-->

Rabu, 02 Agustus 2017

Apakah ada agenda politik dibalik kritikan Sby ke Presiden Jokowi ?

sby-jokowi
Baru-baru ini terdengar berita yang cukup menghebohkan tentang kritikan dari Mantan Presiden SBY kepada Presiden Jokowi. Kritikan yang disampaikannya adalah mengenai Jokowi yang seharusnya tidak anti kritik dan jangan pernah menganggap semua kehidupan masyarakat sudah baik tanpa perlu dikoreksi. Pengangguran dan kemiskinan di mana-mana adalah masalah yang harus ditangani.
Hal tersebut mendapatkan respon yang positif dari masyarakat. Sebagai seorang presiden, sebaiknya memanglah tidak boleh anti kritik. Bagaimana akan mendapatkan masukan yang positif jika kritik yang membangun saja tidak diterima.
Kritikan sebelumnya juga pernah disampaikan oleh SBY di muka publik. Kritikan yang disampaikannya lagi tersebut membuat rakyat penasaran apakah ada agenda politik dibaliknya. Kritikan dari SBY tersebut disampaikan saat Wisuda Universitas Al Azhar yang disampaikan di Gedung Manggala Wanabakti. Adi Prayitno yang merupakan pengamat politik dari UIN Jakarta mencermati dengan betul tentang dua kritik dari SBY yang disampaikan saat orasi ilmiah tersebut.
Kritikan pertama yang disampaikan adalah mengenai perencanaan pembangunan poros maritim. Jokowi menyebutnya sebagai hal yang retorika belaka. Ia juga menegaskan kepada Presiden Jokowi agar tidak terus dikontrol oleh kekuatan China. Apa tanggapan masyarakat?
Kritikan yang disampaikan secara langsung ini diharapkan bisa menjadi sebuah masukan konstruktif yang bisa digunakan untuk membenahi kekuatan maritim di Indonesia. Pada kenyataannya, Jokowi memang lebih mementingkan untuk membangun infrastruktur dibandingkan dengan laut. Padahal maritim adalah andalah utama dari Jokowi untuk membangun perekonomian Indonesia. Biasanya, SBY hanya melontarkan kritik melalui media sosial saja, lain dengan ketika ini.
Kritikan kedua yang disampaikannya karena SBY melihat pemerintahan Jokowi yang lebih berkiblat ke China. Sebenarnya, keinginan Jokowi untuk keluar dari China sudah dilakukan dengan mengupayakan Sri Mulyani serta Arcandra Tahar dalam reshuffle kabinet kerja jilid II. Meskipun pada kenyataannya justru Arcandra lah yang terpental dari kabinet karena ia memiliki dua kewarganegaraan.
Kritikan dari SBY ini dianggap sebagai sinyal yang sangat positif bagi perkembangan demokrasi Indonesia. Akhirnya SBY lebih berani untuk mengkritik secara langsung di depan khalayak ramai dibandingkan hanya mengkritik melalui media sosial saja. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa Partai Demokrat nyatanya belum habis. Nyatanya, Demokrat masih peduli dengan permasalahan-permasalahan yang kini dihadapi oleh publik.

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner